Check Our Latest Update

Soal Reading Bahasa Inggris Ujian Sekolah & VIERA / TOEIC Preparation - Volume 2

Direction: Choose the best answer to the questions Boy : What are you going to do after completing your study? Are you going to the unive...

Home Short Story Bawalah Payung Itu

September 06, 2014

Bawalah Payung Itu

Category

Cerita Pendek - Bawalah Payung Itu

"Payung ... payung. Mana payungnya?" Begitu pertanyaan seseorang di tengah upacara pemakaman pagi itu. Sontak, lamunanku buyar. Pertanyaan yang mungkin bermakna tidak lebih dari sekedar permintaan di telinga orang lain itu membuat darahku berdesir. Ingatanku pun kembali ke belakang, kembali ke masa almarhumah masih menjadi siswi di kelasku.

Di antara 36 penghuni kelas XII Ap1, dimana aku mengajar setiap Senin dan Selasa pagi, ada satu siswi yang cukup menarik perhatian karena kebiasaannya menguap saat pelajaranku berlangsung. Sudah merupakan kebiasaanku saat mengajar jika ada siswa yang seringkali menguap, apalagi tanpa menutup mulut, pasti aku tegur. Bagiku, menguap secara terang-terangan adalah hal yang cukup sensitif untuk dilakukan saat berinteraksi dengan orang lain, apalagi jika dilakukan tanpa menutup mulut.

Karena itu, saat siswi tersebut "tertangkap basah" menguap tanpa menutup mulut, spontan aku mengingatkan, "Mbak, kalo angop (menguap) ditutupi ya?" Meskipun nada kalimat yang saya ucapkan sama sekali tidak menunjukkan kemarahan, kata-kata saya seketika membuat wajahnya memerah. Sambil tersipu malu, dia segera menyembunyikan wajahnya di balik punggung siswi yang duduk di deret terdepan. Aku dan teman-teman sekelasnya yang kebetulan tahu tentang hal itu hanya tersenyum melihatnya salah tingkah seperti itu.

Pada pertemuan berikutnya, sekali lagi siswi itu kepergok menguap lebar-lebar saat pelajaranku berlangsung. Kali ini, aku ingin memberi perhatian lebih terhadap kejadian itu. "Mbak, what's your name?" tanyaku. Dia menjawab "Amelia, Pak". "Mel, emang sering ngantuk di kelas ya?" tanyaku melanjutkan percakapan. Ada terselip perasaan ingin tahu tentang apa yang membuatnya sering menguap di kelas. Bisa saja cara atau metodeku dalam mengajar terasa membosankan.

Dia tidak menjawab, dan seperti pertemuan yang lalu, segera menyembunyikan wajahnya yang memerah sambil tersenyum malu. "Mel, mbok ya ditutupi? Sudah dua kali lho. Kurang satu kali kamu dapat hadiah payung," gurauku, meniru gaya bercanda yang sering aku dengar saat seseorang melakukan suatu kesalahan berulang-ulang. Dia dan teman-temannya hanya tertawa mendengar gurauan tersebut. Setelah itu, semuanya pun berjalan seperti biasa.

Entah hari Senin atau Selasa yang lalu, kejadian serupa terulang lagi. Kali ini, segera setelah memergoki dia menguap lebar tanpa menutup mulut, aku hanya memandangnya sambil tersenyum dan menggelengkan kepala. Seperti biasa, dia segera berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah saat menyadari hal itu. "Sudah tiga kali, ya? Kamu dapat hadiah payung," selorohku sambil menggeleng-gelengkan kepala. Teman-teman yang duduk tidak jauh darinya menoleh padanya sambil tertawa.

Dua hari kemudian, tepatnya Kamis pagi, saat sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, sebuah pesan BBM masuk dari seorang siswi XII Ap1, memberitahukan bahwa salah seorang teman mereka telah meninggal dunia. Berikut penggalan percakapan kami:

05:49 - Dwi Sari Safitri (DSS): "Pak punya CPnya bu Tutik wali kelas saya? :( Teman kami ada yang meninggal Pak :'("
06:00 - Saya: "Spa? Serius??? Inna lillahi wa inna ilaihi roji'uun"
(Saat itu saya masih belum sepenuhnya percaya karena pernah tersebar berita bohong bahwa seorang siswi meninggal dunia, lalu terbukti hanya ulah iseng teman-temannya)
06:05 - DSS: "Itu di DP saya Pak. Ada CPnya Bu Tutik b. Indo Pak? Ping!!!"
(Perasaan saya mulai tidak enak karena sepertinya saya mengenal wajah di DP itu, meskipun saya masih belum mengetahui dengan pasti siapa dia)
06:07 - Sy: "Mninggal knapa? Sik."
(Segera setelah selesai menyiapkan anak-anak berangkat sekolah, saya pun segera menghubungi Bu Tutik, Guru Bahasa Indonesia di sekolah kami)
06:09 - DSS: "Stroke muda"
06:11 - Sy: "Sdh sy infokan b Tutik. Tlpnya 08xxxxxxxxxx. Ping!!!"
06:12 - DSS: "Makasih Pak"
06:13 - Sy: "Sama-sama"
Saat menghadiri upacara pemakaman hingga jasad diturunkan ke liang lahat pun aku masih belum menyadari siapa almarhumah sebenarnya. Aku baru terperangah saat Arin, siswi yang duduk tepat di depan bangku almarhumah di kelas, memberitahuku, "Yang sering menguap di kelas itu lho, Pak." Ya Allah, dialah Amelia Febriyanti yang sering aku tegur karena sering menguap ketika pelajaran berlangsung.

Baru kemarin rasanya melihat almarhumah tersipu malu saat aku menegurnya di kelas. Kemarin dia bahkan masih bersekolah. Kondisinya memburuk setelah pulang, hingga ajal menjemputnya pukul 11 malam di hari yang sama, Rabu 3 September 2014, di usianya yang masih sangat muda. Dan sekarang aku dan teman-teman sekelasnya berada disini, menghadiri pemakamannya.

Mel memang tak lebih dari seorang siswi biasa di sekolah kami. Bahkan aku tak pernah hafal dengan namanya hingga kepergiannya. Namun, pesan yang dia tinggalkan begitu jelas, bahwa ajal bisa datang tanpa pernah terduga. Ajal tak pernah memilih usia, entah tua ataupun muda, juga tak perlu menunggu sampai seseorang jatuh sakit. Jika sudah tiba saatnya, ajal akan datang menjemput siapa saja, kapan saja, dimana saja.

Perasaanku kian bercampur-aduk ketika upacara pemakaman selesai. Dadaku sesak melihat sebuah payung kuning kecil menaungi nisannya, mengingatkanku pada gurauan dua hari sebelum kepergiannya. Terselip perih saat kupanjatkan sebait doa di sisi makamnya. Semoga dia tahu bahwa sama sekali bukan payung itu yang aku maksudkan saat itu.

Selamat jalan, Mel. Bawalah "payung" itu bersamamu ..., payung yang sebenar-benarnya, berupa rahmat dan ampunan dalam peristirahatan abadimu di sana. Semoga catatan kecil ini menjadi pengingat kematian bagi kami yang masih hidup, serta menjadi kenangan dan hadiah untukmu dalam wujud doa yang terpanjat setiap kali catatan ini dibaca. Aamiin.

Recommended

Mister Guru

A person who won’t read has no advantage over one who can’t read. – Mark Twain

  • Newsletter

    Send me new articles by email